Mens Sana In Corpore Sano
Monday, June 23, 2014
Mau Ayahku, Bukan Mauku
Di sabtu pagi, dengan mata yang masih sangat mengantuk karena begadang semalam, akhirnya kukendarai REVO ku menuju ke tempat aku bekerja. Ketika sudah sampai tempat kerja, kesambet setan apa, tetiba pikiran ini melayang membayangkan perjalanan hidupku yang sungguh panjang dan belum ada satupun pencapaian berarti. Semenjak ayah memintaku untuk masuk Fakultas Kedokteran Negeri, saat itulah aku tidak menemukan kenyamanan dalam menjalani kehidupan. Dari dulu aku memang menyukai pelajaran fisika, matematika dan kimia, entah mengapa aku tidak menyukai pelajaran biologi, akibatnya paling tinggi nilai biologiku cuma mendapat 7. Mungkin alasan itulah yang menyebabkan aku ingin menjadi insinyur dengan memasuki jurusan teknik, namun ayahku tidak merestuinya. Masih teringat jelas dalam benak, 11 tahun silam, malam itu aku berdebat dengan ayahku. Bahwa ayahku sangat menginginkan anaknya menjadi seorang dokter. Demi ayah, aku mengganti pilihanku sesuai dengan permintaan ayahku, SPMB tahun 2003 pun aku ikuti, namun dengan pikiran yang bercabang dan terasa kehampaan dalam mengerjakan lembar soal. Satu bulan menunggu pengumuman dan akhirnya aku gagal. Penantian satu tahun pun aku jalani dan tentu saja dengan membangun keyakinan bahwa ini adalah pilihan yang benar. Aku belajar dengan tekun agar aku bisa masuk fakultas kedokteran. Kali ini semangat belajarku untuk menjemput masa depan sudah makin meningkat. Karena kegagalan yang menyakitkan, karena permintaan ayah, dan karena sudah terbangun keyakinan bahwa ini adalah akhir dari pilihan. Satu tahun berjalan tiba saatnya SPMB ditahun kedua, dengan semangat dan keyakinan akan berhasil pada kesempatan kedua sangat besar. Aku bergegas pagi-pagi berangkat ke kampus ITS Surabaya diantar oleh ayah ketika itu untuk ujian SPMB hari pertama.
Kehidupan Masa Kecil - Part 1
"Tolong jaga Yudha ya ndri, ibu mau menyapu halaman" perintah ibuku. Adalah kalimat perintah yang selalu terucap setiap sore sebelum ibuku menyapu halaman dan mencabuti rumput depan rumah yang tak kunjung pernah habis. Yudha adalah adikku yang bungsu, aku ingat rambutnya yang jarang kala itu, dengan kenakalan anak kecil aku sering menaruh pasir ke atas rambutnya dan aku gosok-gosok. Namun, dia tidak menangis, malah tertawa senang. Mungkin dia senang karena kehadiranku untuk menemaninya. Akupun tidak punya tujuan dan maksud tertentu, kenapa aku melakukan hal bodoh seperti itu. Karena hanya iseng sambil menunggu ibuku menyelesaikan aktivitasnya. Sedangkan adikku yang pertama, namanya Nia, adalah sosok wanita mungil yang udah banyak bicaranya namun mau anteng menunggui di dekat ibu yang sedang sibuk dengan aktivitasnya. "ibu ayah kapan pulang?", Nia sering mengulang pertanyaanya. "Iya sayang, sebentar lagi, sabar ya" Ibuku menenangkan. Ayahku bekerja sebagai guru PNS di salah satu sekolah swasta yang berjarak satu kilometer dari rumah kontrakan kami. Karena jarak yang tidak begitu jauh dan untuk menghemat bensin sepeda motor bututnya, setiap hari ayah berjalan kaki dari rumah hingga sekolah tempatnya mengajar. Pergi pagi pulang sore, setiap hari senin hingga sabtu. Kami berlima tinggal dikontrakan yang hanya memiliki satu dipan tempat tidur. Bukan tembok yang mengitari rumah kami, tapi hanya anyaman bambu. Bukan ubin atau tegel lantainya, melainkan tanah keras, itupun tidak rata.
Aku sendiri pada waktu itu masih SD kelas 1, Nia lebih muda tiga tahun dariku, sedangkan yudha tiga tahun lebih muda dari Nia. Walaupun dalam rumah yang kecil, tapi dengan keberadaan lima orang didalamnya seolah-olah tidak terasa sempit. Justru keramaian didalam rumah menjadikan lelah ayah dan ibu bekerja keras dipagi hingga sore hari seakan sirna. "Tok, tok, tok" terdengar ketukan pintu di rumah kami. Di minggu pagi yang cerah, disaat hari berkumpulnya semua anggota keluarga. Selalu tebersit rasa ketakutan, apa masih ada tempat buat tamu kami di gubuk yang mungil ini. " Sebentar " Ibu merespon. "Assalamualaikum bu Andri", "Waalaikum salam pakde No" Ibu membalas. Pak No adalah tetangga yang selalu memancarkan senyum di wajah cerianya. Dia adalah tamu yang bisa saya katakan tamu terfavorit. Karena tamu ini adalah tamu yang sering datang dirumah dan ngobrol sampai berlama-lama dari pagi hingga siang. Selain merokok dan ngopi, kebiasaan tamu istimewa kami ini, beliau juga selalu memotong kuku-kuku tangannya. Kami semasa kecil tidak pernah bermain jauh dari luar rumah kami. Sebatas rumah tetangga di kanan dan kiri rumah. Tetangga kiri rumah kami ini orangnya sangat baik, membiarkan kami, aku dan Nia diberikan kebebasan memasuki rumahnya tanpa pernah sekalipun kemi dilarangnya. Beliau bernama Om Aceng dan Tante Tanti, mereka berdua adalah sepasang suami istri keturunan Cina, sebagai pengusaha mebel yang juga mendiami tempat tinggalnya dengan cara mengontrak. Betapa perbedaan yang di zaman sekarang ini seringkali dipertentangkan dan dipertengkarkan, sedangkan dimasa kami kecil sangatlah menjaga toleransi dan rasa damai. "Andri, Nia ini Om punya coklat, hayuk sini ambil" seru Om Aceng. Seringkali sepulang mengantar pesanan ke pelanggan bersama Tante Tanti dan pegawainya selalu membawakan kami oleh-oleh. Mungkin karena pasangan tersebut masih teramat muda dan belum punya anak, sehingga meniadakan sekat diantara kami yang masih anak-anak.
Monday, June 16, 2014
Public Speaking is Penting
Di suatu pagi, hari sabtu waktu itu. Aku menghadiri acara seminar Public Speaking yang berlokasi di Hotel Surabaya Plaza. Niat awalnya hanya iseng. "Mumpung harganya murah, gak papa deh" batinku. Harganya pada waktu hanya 297 ribu, yang sudah aku transfer ke panitia 2 minggu sebelumnya. Selepas dinas malam, di pagi yang cerah, aku mengendarai motorku menuju tempat kos, tetapi aku mampir sebentar ke salah satu warung langganan, untuk sarapan dan nyeruput kopi. Setiba di kos, mandi dan siap berangkat ke TKP seminar dilaksanakan. Terbersit rasa ragu dalam hati, "ngapain ikut acara ginian?". Dengan jadwal pukul 08.30, aku sampai lokasi pukul 08.15, sungguh diluar dugaan, tampak antrian yang mengular di depan pintu ruang seminar diadakan. Ternyata peserta yang mengikuti seminar ini tidak terbatas hanya usia tertentu, tetapi beragam usia. Karena bapak yang tadinya naik berbarengan di lift bareng aku adalah peserta seminar juga. Beliau adalah seorang guru dari salah satu sekolah di kota mojokerto, yang mewakili sekolahnya untuk mengikuti seminar tersebut. skip..skip..skip. Seminar ini ternyata dihadiri cukup banyak peserta yakni 165 peserta, ada yang masih mahasiswa tingkat awal sampai seorang bapak yang rambutnya mulai beruban. It's amazing. Kata itu yang terlintas dalam pikiranku.
Tidak disangka para trainernya usianya masih sangat muda-muda semua. Bahkan trainer paling senior usianya masih 26 tahun. Luar biasa. Kemasan acaranya, sungguh mengguncang mental dan pikiran (tssaaaah). Seminar yang berlangsung selama 2 hari ini, dikemas untuk menyuntikkan semangat kepada pesertanya. Dan tidak kalah hebatnya semua peserta yang aku tanyai telah memiliki bisnis masing-masing. Plakk. Aku seperti ditampar. Peserta yang kebanyakan usianya masih sangat muda belia ini tidak hanya terbangun jiwa enterpreneurnya tapi sudah take action. Salah satu peserta yang merupakan mahasiswa ITS tingkat akhir ini bahkan ditawari perusahaan PT.PAL dengan tawaran gaji 3,5 juta/bulan, tapi DITOLAK nya. iya anda tidak sedang salah membaca, mahasiswa belum lulus, ditawari gaji 3,5jt, tapi DITOLAK. Mau tau alasannya? yah tentu hal ini masih sangat masuk akal jika mengetahui alasannya. Karena, bisnis pakaian yang dijalankannya mampu beromzet 15juta/bulan. It's true. Dan, dia bilang dilingkungannya mahasiswa dia katanya masih belum apa-apa atau masih kategori biasa memiliki bisnis seperti ini dibandingan teman-temannya. EDAN. Banyak sarjana yang gaji berapapun pasti diterimanya, tapi dia sarjana saja belum, sudah MENOLAK tawaran dengan gaji, menurutku, sangatlah lumayan.
Seminar ini ternyata mengajarkan banyak hal, bahwa jualan atau seorang sales itu justru mereka yang memiliki kesejahteraan hidup di atas rata-rata diantara yang lainnya. Lain kali, insyaAllah akan kutulis lebih detail isi materi seminarnya. Menyesal mengikuti seminar ini? iya aku sangat MENYESAL. Karena bertemu dengan mereka yang usianya masih dibawah 30 tahun tapi kesuksesannya sungguh luar biasa. Menyesal kenapa tidak tahu dari dulu. Bahkan akhirnya aku memutuskan untuk belajar memulai untuk mencicipi bagaimana rasanya JUALAN. Karena katanya mereka, AWAS bisa membuat kita KECANDUAN dan makin SUKSES. Salah satu quote menarik yang aku dapatkan diantaranya "Jika itu bermanfaat, jangan sungkan. TAWARKAN!!" untuk mengakhiri tulisan ini aku akan mengutip quote dari Bruce Lee yang merupakan quote andalan dari trainer-trainer disana.
"Knowing is nothing, but applying what you know is everything"
Salam Sukses
Subscribe to:
Comments (Atom)